ANALISIS LIRIK LAGU “THE MAN” OLEH TAYLOR SWIFT DENGAN MENGGUNAKAN TEORI SEMIOTIKA

 

ANALISIS LIRIK LAGU “THE MAN” OLEH TAYLOR SWIFT DENGAN MENGGUNAKAN TEORI SEMIOTIKA

 Gambar 1. Album Cover Taylor Swift “Lover”

( Sumber: Pinterest.com )

 

Rima Indah Kristi

(202246500110)

R4B

 

 

 

 

 

Abstrak

Menginterpretasikan dan memaknai tanda-tanda dalam lirik lagu "The Man" oleh Taylor Swift dengan pendekatan analisis semiotika, khususnya mengacu pada teori Roland Barthes Metode ini melibatkan tiga elemen penting dalam analisis semiotika, yaitu makna denotasi, konotasi, dan mitos, sebagaimana dikemukakan oleh Barthes. Makna Denotasi: Salah satu kalimat dalam lirik lagu "The Man" menunjukkan pendapat Taylor Swift tentang ketidakadilan dalam dunia kerja, terutama terhadap perempuan. Denotasi dari kalimat tersebut adalah bahwa perempuan sering kali merasa tidak dihargai atau dianggap kurang kompeten dalam mencapai kesuksesan karier. Kemudian makna Konotasi: Dalam lirik lagu, Taylor Swift menggambarkan bahwa penampilan perempuan sering kali menjadi penilaian utama, bahkan dalam konteks profesional. Konotasi dari lirik tersebut adalah bahwa perempuan sering kali dinilai berdasarkan penampilan fisik mereka, bukan kemampuan atau prestasi mereka dalam pekerjaan. Swift juga ingin menyuarakan bahwa ketika perempuan menyuarakan ketidakadilan yang mereka alami, sering kali dianggap sebagai perilaku yang tidak pantas atau tidak beradab. Dan makna Mitos: Melalui analisis keseluruhan lirik lagu, ditemukan bahwa ada sebuah mitos yang ingin disampaikan oleh Taylor Swift. Mitos ini menyatakan bahwa perempuan sering kali dihambat untuk menyuarakan kemarahannya ketika dihadapkan pada situasi yang tidak adil. Dengan lagunya, Swift ingin menyampaikan bahwa perempuan memiliki hak untuk marah dan mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap ketidaksetaraan yang mereka alami.

Menyoroti bagaimana lirik lagu "The Man" tidak hanya menyampaikan pesan tentang ketidaksetaraan gender dalam dunia kerja, tetapi juga menyindir stereotip dan penilaian yang tidak adil terhadap perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Analisis semiotika memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana pesan-pesan komunikasi sosial dapat tersembunyi dalam karya seni seperti lagu, dan bagaimana pesan-pesan ini dapat mempengaruhi persepsi dan sikap masyarakat terhadap isu-isu sosial yang relevan.

 

Pendahuluan

Masalah social adalah ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan atau kesenjangan antara situasi yang ada dengan yang seharusnya dalam masyarakat. Contoh masalah sosial termasuk kemiskinan, kriminalitas, kesengajangan ekonomi, dan kesejangan social. Interaksi sosial adalah kunci dalam kehidupan social dan kesenjengan social merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari menurut Emil Durkheim.  

Standar ganda memang merupakan fenomena yang meluas dan dapat terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, tidak hanya terbatas pada perbedaan gender. Contohnya lagi dalam konteks penampilan dan status ekonomi, orang yang mengenakan pakaian mewah dan bergaya cenderung mendapatkan perlakuan yang lebih  baik dibandingkan dengan mereka yang tampil sederhana. Ini menunjukkan adanya diskriminasi berdasarkan penampilan dan status sosial. Penilaian dan perlakuan yang berbeda ini sering kali didasarkan pada stereotip dan prasangka yang ada dalam masyarakat terhadap kelompok tertentu. Presepsi bahwa orang yang mengenakan pakaian mewah lebih berharga atau lebih penting dibandingkan degan mereka yang tampil sederhana. Ini menggambarkan kompleksitas dan kedalaman masalah standar ganda dalam masyarakat, serta pentingnya untuk mengatasi prasangka dan stereotip yang mendasarinya. Kesadaran akan adanya standar ganda dan upaya untuk mengubahnya merupakan langkah penting dalam mencipttkan linggkunagn yang lebih adil dan inklusif bagi semua individu. Artinya seseorang akan mendapatkan perlakuan yang berbeda meski mengalami peristiwa yang sama dengan orang lain.

Salah satu cara efektif untuk menyampaikan pesan-pesan komunikasi sosial adalah melalui musik atau lagu. Lagu atau musik memiliki kekuatan yang unik dalam menyampaikan pesan-pesan kompleks secara emosional dan mudah diingat oleh pendengarnya. Dalam sejarah, kita dapat melihat bagaimana lagu-lagu telah menjadi sarana yang efektif untuk menyuarakan aspirasi dan perjuangan masyarakat. Baik dalam konteks sosial, politik, atau budaya, musik telah memainkan peran penting dalam menggalang solidaritas, membangkitkan semangat perubahan, dan menginspirasi tindakan. Pada tingkat yang lebih luas, musik dapat menciptakan atmosfer yang mempengaruhi persepsi dan sikap kita terhadap isu-isu sosial yang diangkat. Misalnya, sebuah lagu yang menggambarkan penderitaan akibat ketidakadilan sosial dapat membangkitkan empati dan keinginan untuk bertindak dalam pendengarnya. Begitu juga, lagu-lagu yang mengusung pesan-pesan tentang perdamaian, persatuan, atau keberagaman dapat menjadi sumber inspirasi untuk memperkuat nilai-nilai tersebut dalam masyarakat.

Di era digital saat ini, media sosial dan platform streaming musik memungkinkan lagu-lagu untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan beragam. Hal ini memperluas dampak pesan-pesan yang disampaikan melalui musik, serta memberikan kesempatan bagi seniman dan musisi untuk menjadi agen perubahan sosial yang lebih efektif. Namun, penting untuk diingat bahwa kekuatan musik juga dapat disalahgunakan untuk menyebarkan pesan-pesan yang merugikan atau berpotensi memecah belah masyarakat. Oleh karena itu, penggunaan musik sebagai alat untuk menyuarakan aspirasi sosial atau politik haruslah diiringi dengan tanggung jawab dan kesadaran akan dampaknya terhadap audiens dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, musik dapat tetap menjadi salah satu media yang kuat dan efektif dalam memperjuangkan perubahan sosial yang positif.

Lewat lagunya, dari idola saya yaitu Taylor Swift yang  mecurahkan isi hatinya tentang double standard yang dihadapi para wanita di tengah budaya patriarki. "The Man" adalah salah satu lagu yang menonjol dalam album "Lover" Taylor Swift, dirilis pada tahun 2019. Dalam lagu ini, Taylor Swift mengeksplorasi tema double standard yang dialami oleh laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Ia menyoroti bagaimana perlakuan dan penilaian terhadap seseorang dapat berbeda tergantung pada jenis kelaminnya.

Dalam "The Man", Swift secara tegas menyuarakan perasaannya tentang ketidaksetaraan gender, terutama dalam konteks karier dan kesuksesan. Ia bertanya-tanya apakah ia akan dianggap lebih sukses atau dihargai dengan lebih baik jika ia adalah seorang laki-laki. Melalui lirik-lirik yang kuat dan penyampaian yang tegas, Swift mengkritik stereotip dan norma-norma sosial yang membedakan perlakuan antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Lagu ini mencerminkan pemikiran Taylor Swift tentang perbedaan perlakuan gender yang masih ada di masyarakat, serta keinginannya untuk menginspirasi perubahan sosial yang positif. Dengan "The Man", Swift tidak hanya menyampaikan pesan tentang ketidaksetaraan, tetapi juga menantang pendengarnya untuk mempertimbangkan ulang pandangan mereka terhadap gender dan peran-peran tradisional dalam masyarakat. Contoh dari stereotip double standard ini yang ada di lagu Taylor Swift  sama halnya seperti laki – laki mengurus rumah dibilang dia adalah suami dan ayah idaman sedangkan perempuan mengurus anak itu memang sudah seharusnya dan yang paling kita sering dengarkan di lingkungan sekitar kita yaitu laki – laki tidak wajib mengerjakan pekerjaan rumah sedangkan perempuan wajib mengerjakan pekerjaan rumah dan satu lagi yaitu laki – laki harus berkarir, memiliki pendidikan tinggi itu wajar dan terpandang baik, sedangkan perempuan yang berkarir, memiliki pendidikan itu tidak seharusnya dan terpandang kurang baik. Dan saya merasakan itu, mendapatkan kata – kata seperti contoh di atas. Dan yang berkata seperti itu dari kaum perempuan juga.

Taylor Swift juga menegaskan bahwa lagu "The Man" adalah hasil dari pengalaman pribadinya serta pengalaman umum yang didengarnya dari wanita-wanita di industri musik. Dia percaya bahwa semakin sering isu-isu seperti ini dibicarakan dalam lagu-lagu, semakin baik kita bisa menyuarakannya saat hal itu terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Swift menyadari bahwa banyak persepsi dan stereotip yang tertanam dalam pikiran wanita, dan dia ingin melatih kembali otak orang untuk tidak terlalu kritis terhadap wanita ketika kita tidak mengkritik pria untuk hal yang sama. Dia menyoroti ketidakadilan yang sering dialami oleh wanita dalam dunia kerja dan kehidupan sehari-hari, di mana mereka sering kali harus bekerja lebih keras dan memikirkan lebih banyak hal daripada pria, namun masih sering dihadapkan pada penilaian yang berbeda. Swift menyatakan bahwa hal ini sangat penting untuk dibicarakan, dan dia merasa bahwa musik adalah cara yang efektif untuk menyuarakannya. Menurutnya, ada sedikit hal yang "terkutuk-jika-kita-lakukan, terkutuk-jika-kita-tidak” dalam musik, tetapi dia percaya bahwa semakin banyak kita membicarakannya, semakin baik keadaannya. Dia ingin menciptakan lagu yang menarik perhatian orang dan membuat mereka berpikir tentang isu-isu yang diangkatnya, sehingga pesan tentang ketidaksetaraan gender dapat melekat di kepala mereka. Bagi Swift, menghasilkan lagu seperti "The Man" merupakan pencapaian yang membanggakan dan merupakan langkah positif dalam perjuangan untuk kesetaraan gender.

Hasil Analisis

Lirik lagu yang dijadikan bahan penelitian adalah lirik lagu The Man yang terdapat dalam album  Taylor Swift yang berjudul Lover. Lirik lagu tersebut dianalisis dengan menggunakan teori semiotika dari Roland Barthes yang terdiri atas makna denotasi, konotasi dan mitos. Hasil temuan dari keseluruhan makna dan pesan-pesan komunikasi sosial dalam lirik lagu The Man  dapat disampaikan dalam tabel berikut :

 

Lirik  

Denotasi

Konotasi

 Mitos

I would be complex, I would be cool

 

Pada lirik awal menjelaskan bahwa penulis bisa menjadi seseorang yang ruwet dan juga seseorang yang keren

Adanya keinginan dari penulis untuk bisa menunjukkan bahwa ia bisa menjadi seseorang yang= ruwet dan keren.

Terdapat mitos bahwa perempuan secara natural lebih memiliki sifat memelihara dan merawat daripada laki-laki, dan dengan demikian tempat natural mereka adalah di rumah membesarkan anak-anak dan merawat suami, sementara sang suami juga secara natural, tentu saja memainkan perannya sebagai pencari nafkah.

And that would be okay for me to do

 

Taylor  menggambarkan referennya dalam realitas bahwa apa yang dikatakan tentangnya adalah sesuatu yang lumrah untuk dilakukannya

Bagaimana banyak orang meyakini penulis lagu sudah terbiasa melakukan hal tersebut

Banyak orang yang menaturalisasikan hal tersebut.

I’d be a fearless leader

 

Taylor berusaha meyakinkan banyak orang khususnya kaum perempuan untuk menjadi orang yang tak kenal takut dan menjadi pemimpin atas dirinya sendiri.

Keinginan Taylor  dalam meyakinkan kita untuk menjadi pemimpin yang tak kenal takut

Taylor berpikir dari suatu kebudayaan bahwa naturalnya wanita hanya memiliki sifat merawat dan memelihara

I’d be a fearless leader

 

Taylor berusaha meyakinkan banyak orang khususnya kaum perempuan untuk menjadi orang yang tak kenal takut dan menjadi pemimpin atas dirinya sendiri.

Keinginan Taylor dalam meyakinkan kita untuk menjadi pemimpin yang tak kenal takut.

Taylor berpikir dari suatu kebudayaan bahwa naturalnya wanita hanya memiliki sifat merawat dan memelihara.

I'd be an alpha type

 

Taylor  berusaha meyakinkan banyak orang khususnya kaum perempuan untuk bisa menjadi dominan

Kinginan Taylor dalam meyakinkan kita untuk bisa menjadi dominan

Taylor berpikir dari suatu kebudayaan bahwa naturalnya wanita hanya memiliki sifat merawat dan memelihara.

I’m so sick of running as fast as I can

 

Di irik selanjutanya makna denotasi dari kalimat tersebut adalah penulis lagu menunjukkan pendapatnya tentang dunia pekerjaan yang seringkali tidak adil terhadap perempuan

Liriknya menggambarkan situasi dalam dunia kerja yang terkadang tidak adil. Penulis lagu menyebutkan dalam penggalan kalimat dari lirik ini menyebutkan standar ganda untuk bekerja lebih keras dan

 

 

 

kemudian ditanyai apakah kesuksesan berikutnya memang pantas untuk didapatkan.

 

Wondering if I'd get there quicker if I was a man

 

Dalam penggalan kalimat lirik ini penulis lagu bertanya-tanya kalau dia seorang laki-laki apa ia juga akan didahulukan untuk mendapat peningkatan jabatan dibandingkan kalau dia seorang perempuan

Untuk menggambarkan

bagaimana jika penulis lagu seorang laki-laki. Akankah penulis lagu menjadi lebih cepat untuk sampai kesana(naik jabatan).

Taylor Swift berpikir dari suatu kebudayaan bahwa naturalnya wanita hanya memiliki sifat merawat dan memelihara

And it's all good if you're bad

 

Apa yang tergambarkan dilirik ini adalah tidak masalah laki-laki untuk marah

Sangat lumrah untuk laki laki. Keluhan yang umum tentang cara pria dan wanita diperlakukan secara berbeda.

 

If I was out flashing my dollars

 

Kalau keadaanya perempuan bersikap seperti itu maka dianggap menyebalkan bukannya keren

Keluhan yang umum tentang cara pria dan wanita diperlakukan secara berbeda.

 

 

Kesimpulan

Rangkuman penelitian ini menyoroti analisis lirik lagu "The Man" menggunakan teori dan model semiotika Roland Barthes. Penelitian ini bertujuan untuk menginterpretasikan tanda dan penanda serta makna dari lirik lagu tersebut, kemudian menganalisisnya dengan klasifikasi pemikiran Barthes mengenai dua tatanan signifikasi.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa lirik lagu "The Man" mengungkapkan mitos yang terkait dengan standar ganda dan masalah sosial, khususnya dalam hal bagaimana pria sering memiliki kebebasan yang lebih besar dalam mengekspresikan diri dibandingkan perempuan. Selain itu, lagu ini juga menyoroti adanya penghalang-penghalang yang menghambat perempuan untuk mencapai tingkat keberhasilan tertentu di dunia pekerjaan. Makna denotasi dari lirik lagu ini secara keseluruhan menggambarkan keadaan ketimpangan dan standar ganda yang kuat di dunia pekerjaan serta di masyarakat pada umumnya. Sedangkan makna konotasi menunjukkan bahwa dunia pekerjaan sering kali tidak adil terhadap perempuan, dengan penulis lagu secara terang-terangan menggambarkan gagasan maskulinitas dan membangun semangat perjuangan kembali demi kesetaraan. Dari penelitian ini, disimpulkan bahwa pesan-pesan komunikasi sosial dalam lirik lagu "The Man" didasarkan pada adanya double standard yang kuat dalam kehidupan kita, yang kemudian menyebabkan masalah sosial yang menghambat terwujudnya kesejahteraan. Sebagai saran, para musisi diajak untuk menciptakan lagu-lagu dengan lirik yang positif dan membangun, sehingga musik tidak hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga menjadi media informasi dan hiburan yang memiliki makna yang memengaruhi pikiran penikmat musik.

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

https://www.billboard.com/music/pop/taylor-swift-cover-story-outtakes-the-man-8546109/

https://kaltim.tribunnews.com/2022/02/26/taylor-swift-ungkap-sulitnya-jadi-wanita-di-lirik-lagu-the-man-lengkap-translate-inggris-indonesia

https://www.its.ac.id/news/2020/04/20/menilik-fenomena-standar-ganda-di-masyarakat/#:~:text=Double%20Standard%20atau%20standar%20ganda,pada%20sebuah%20kasus%20yang%20serupa.

https://dp3appkb.surabaya.go.id/sigas/upload/file_profile_gender/profile_gender_1690445465802.pdf

https://pursuit.unimelb.edu.au/articles/the-man-taylor-s-feminism-could-go-so-much-further

https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/actadiurnakomunikasi/article/view/43038/37886

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

LITERATUR REVIEW FILM

Penelusuran Tanda, Makna, dan Mitos dalam Film Exhuma: Perspektif Semiotika Roland Barthes