Penelusuran Tanda, Makna, dan Mitos dalam Film Exhuma: Perspektif Semiotika Roland Barthes
Penelusuran Tanda, Makna, dan Mitos dalam Film Exhuma: Perspektif Semiotika Roland Barthes
Rima Indah Kristi
202246500110
R4B
Pendahuluan
Seni film merupakan salah satu bentuk ekspresi budaya yang paling dinamis dan kompleks, menggabungkan elemen-elemen visual, auditori, dan naratif untuk menciptakan pengalaman yang mendalam dan mengesankan bagi penontonnya. Sejak kemunculannya di akhir abad ke-19, film telah berkembang menjadi medium yang tidak hanya merefleksikan realitas tetapi juga membentuknya, dengan kemampuan unik untuk menggambarkan emosi, konflik, dan ide-ide abstrak melalui bahasa gambar dan suara. Sebagai sebuah bentuk seni, film memanfaatkan teknologi dan kreativitas manusia untuk menceritakan kisah-kisah yang menginspirasi, menghibur, dan memprovokasi pemikiran. Dalam konteks sejarahnya, film telah berevolusi dari sekadar hiburan visual menjadi alat yang kuat untuk komunikasi sosial dan politik. Melalui berbagai genre dan gaya, mulai dari film bisu hingga sinema modern dengan efek khusus canggih, film menawarkan cara yang tak tertandingi untuk menyampaikan pesan-pesan yang mendalam dan kompleks. Sutradara, penulis skenario, sinematografer, dan aktor bekerja sama untuk menghidupkan visi artistik mereka, menciptakan karya-karya yang tidak hanya menyentuh perasaan tetapi juga menantang pemahaman kita tentang dunia. Pendekatan analitis terhadap seni film, termasuk teori-teori semiotika, naratologi, dan kritik budaya, memungkinkan kita untuk menggali lapisan-lapisan makna yang tersembunyi di balik permukaan visual. Dengan menganalisis bagaimana tanda-tanda dan simbol-simbol digunakan dalam film, kita dapat mengungkap pesan-pesan ideologis, sosial, dan psikologis yang ingin disampaikan oleh pembuat film. Ini memberikan kita wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana film berfungsi sebagai cermin dan pembentuk budaya, mempengaruhi persepsi kita tentang identitas, moralitas, dan realitas. Melalui studi ini, kita akan mengeksplorasi seni film tidak hanya sebagai bentuk hiburan tetapi juga sebagai medium yang kaya dengan potensi artistik dan intelektual. Dengan demikian, kita dapat lebih menghargai kontribusi film terhadap dunia seni dan budaya, serta memahami peran pentingnya dalam membentuk narasi dan nilai-nilai masyarakat. Lewat Film horor yang menggabungkan elemen-elemen sejarah dengan latar modern menawarkan pengalaman sinematik yang unik, di mana ketakutan dari masa lalu bergema dalam konteks kontemporer. "Exhuma" adalah contoh menarik dari genre ini, di mana cerita yang berakar pada mitos dan kepercayaan kuno berinteraksi dengan realitas modern. Dalam film ini, kejadian-kejadian supernatural yang terjadi di kuburan mengungkapkan hubungan antara masa lalu dan masa kini, menciptakan ketegangan yang mendalam dan menantang pemahaman kita tentang waktu, ruang, dan keberadaan.
Kerangka
Teoritik
Semiotika Roland Barthes
Pada konsep utama dalam Semiotika Roland Barthes yaitu ada Denotasi merujuk pada makna literal atau langsung dari suatu tanda. Ini adalah apa yang dilihat atau dipahami secara langsung tanpa interpretasi tambahan. Lalu ada konotasi merujuk pada makna tambahan atau asosiatif dari suatu tanda, yang dipengaruhi oleh konteks budaya dan emosional. Ini melibatkan interpretasi yang lebih dalam dan sering kali subjektif. Dan terkahi Mitos yaitu dalam konteks Barthes, mitos adalah sistem komunikasi, sebuah pesan. Mitos mengacu pada cara tanda-tanda dan simbol-simbol digunakan untuk menyampaikan ideologi atau nilai-nilai budaya yang diterima secara luas, sehingga tampak alami atau umum. Kemduian ada cara kerja semiotika Roland Barthes ada tanda (Sign): Dalam semiotika, tanda terdiri dari dua bagian: penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda (Signifier) yaitu Bentuk fisik dari tanda, seperti kata, gambar, suara, dll. Dan petanda (Signified) Konsep atau makna yang diwakili oleh penand kemudial aplikasi dalam Analisis Buday yaitu Barthes menggunakan semiotikanya untuk menganalisis berbagai aspek budaya populer, mulai dari iklan, mode, hingga film. Dalam setiap analisis, Barthes berusaha mengungkap bagaimana tanda-tanda bekerja untuk memperkuat ideologi dominan dan bagaimana makna yang tampak alami sebenarnya adalah konstruksi budaya.
Hasil dan Pembahasan
Film horor telah menjadi salah satu genre yang paling fleksibel dalam perfilman, memungkinkan pembuat film untuk mengeksplorasi berbagai periode waktu dan latar belakang budaya. Salah satu subgenre menarik dalam film horor adalah yang menggabungkan elemen-elemen dari masa lalu dengan dunia modern. Awal Mula film yaitu lewat Klasik Horor Gotik film horor klasik sering kali mengambil inspirasi dari cerita-cerita gotik, yang memiliki latar belakang masa lalu dengan unsur-unsur arsitektur kuno, kastil, dan makhluk-makhluk supernatural. Contoh awal termasuk film seperti "Nosferatu" (1922) dan "Dracula" (1931), yang menggunakan latar zaman dahulu dan elemen-elemen tradisional untuk menciptakan suasana menyeramkan. Kemudian masuk ke era evolusi yang menghadirkan masa lalu ke masa kini. Selama pertengahan abad ke-20, film horor mulai bereksperimen dengan menggabungkan nuansa zaman dahulu dengan latar modern. Salah satu contoh terkenal adalah "The Exorcist" (1973), yang menggabungkan ritual-ritual kuno dan cerita tentang kerasukan dengan latar kehidupan modern di Washington, D.C. Film-film ini sering kali menggunakan konsep bahwa entitas atau kutukan dari masa lalu dapat bangkit kembali atau mempengaruhi orang-orang di zaman modern. Pendekatan ini menambah lapisan kedalaman pada cerita horor, menggabungkan sejarah dengan relevansi kontemporer. Masuk ke dekade 1980-an dan 1990-an yaitu penggabungan yang lebih eksplisit. Pada 1980-an dan 1990-an, beberapa film horor secara eksplisit mulai menggabungkan periode waktu yang berbeda. Contoh yang menonjol adalah "Hellraiser" (1987), yang menggabungkan elemen-elemen kuno dari kotak teka-teki mistis dengan kehidupan modern. Film ini menciptakan jembatan antara horor masa lalu dan masa kini melalui artefak kuno yang membawa malapetaka ke dunia modern. "Candyman" (1992) juga merupakan contoh penting, menggabungkan legenda urban dengan sejarah perbudakan dan ketidakadilan sosial di Amerika. Karakter utama, Candyman, adalah sosok dari masa lalu yang kembali menghantui masyarakat modern, menciptakan campuran yang kuat antara sejarah dan horor kontemporer. Era kontemporer: eksplorasi mendalam di era 2000-an dan seterusnya, film horor semakin dalam mengeksplorasi penggabungan masa lalu dan masa kini. "The Others" (2001) dan "Crimson Peak" (2015) adalah contoh film yang menggunakan latar kuno dan elemen-elemen horor gotik dalam konteks yang lebih modern dan psikologis. Film seperti "The Conjuring" (2013) dan sekuelnya juga menggabungkan investigasi supernatural modern dengan latar belakang sejarah yang kaya. "The Conjuring 2" (2016), misalnya, menggunakan kasus nyata dari masa lalu yang diinvestigasi oleh Ed dan Lorraine Warren, yang membawa nuansa sejarah ke dalam cerita horor modern. Film horor modern juga mulai menggabungkan elemen budaya dan sejarah tertentu dengan latar kontemporer. "Hereditary" (2018) menggabungkan sejarah keluarga dengan elemen-elemen supranatural dan ritual kuno, menciptakan rasa horor yang mendalam dan kompleks. Film horor Korea seperti "The Wailing" (2016) dan "Exhuma" (2024) menunjukkan bagaimana horor modern dapat mengintegrasikan elemen-elemen sejarah, mitos, dan tradisi lokal dalam narasi kontemporer. "The Wailing" menggabungkan elemen-elemen dari kepercayaan tradisional Korea dengan cerita investigasi modern, menciptakan perpaduan yang unik antara masa lalu dan masa kini. Dan yang saya analisis kali ini yaitu film dari Negara Gingseng yaitu Korea yang berjudul 파묘 (Exhuma) dengan genre horor, Misteri, Thriller yang disutradarai oleh Jang Jae-hyun , penulis naskah yaitu Jang Jae-hyun dengan para pemeran utama yaitu Kim Go Eun, Choi Min Sik, Yoo Hae Jin, Lee Do Hyun dengan tanggal rilis 22 Februari 2024 (Korea), 28 Februari 2024 (Indonesia) dengan durasi 134 menit. "Exhuma" mengisahkan tentang keluarga kaya raya yang tinggal di Los Angeles, Amerika Serikat, yang terus mengalami serangkaian peristiwa misterius yang mengganggu kehidupan mereka, terutama anak mereka yang baru lahir. Karena tidak menemukan jalan keluar, mereka meminta bantua dari duo paranormal muda terkenal, Kim Go Eun sebagai Hwa Rim dan Lee Do Hyun sebagai Bong Gil. Saat menyelidiki penyebab kejadian misterius tersebut, Hwa Rim menyadari bahwa peristiwa tersebut berkaitan dengan kuburan kuno leluhur mereka. Dijanjikan sejumlah besar uang untuk menemukan dan merelokasi makam leluhur keluarga tersebut, Hwa Rim dan Bong Gil meminta bantuan dari ahli feng shui terkenal, Sang Deok (Choi Min Sik), dan pekerja pemakaman, Yeong Geun (Yoo Hae Jin). Setelah berbagai usaha yang gagal, mereka akhirnya menemukan kuburan leluhur tersebut di sebuah desa terpencil di Korea. Namun, mereka tidak menyadari bahaya yang mendekat karena ritual yang mereka lakukan melepaskan dan membangkitkan kekuatan jahat yang tersembunyi di bawahnya. Film ini memiliki tema dan makn. Ketakutan terhadap Kematian Film ini mengeksplorasi ketakutan manusia terhadap kematian dan dunia roh. Ritual pemanggilan roh menjadi simbol dari keinginan manusia untuk memahami dan mengendalikan yang tidak diketahui. Dosa dan Masa Lalu yang memiliki rahasia gelap yang terungkap dari masa lalu mencerminkan dosa dan kesalahan yang terus menghantui masa kini. Kuburan dan hantu menjadi metafora dari trauma dan penebusan yang belum selesai. Kekuatan dan Keserakahan Karakter dalam film digambarkan sebagai individu yang terobsesi dengan kekuatan supranatural atau pengetahuan terlarang. Keserakahan ini membawa mereka pada kehancuran, mengingatkan penonton akan konsekuensi dari tindakan yang tidak bermoral. Kesakralan dan Penghormatan. Film ini menyoroti pentingnya menghormati tempat-tempat sakral, seperti kuburan. Pelanggaran terhadap kesakralan ini memicu kejadian-kejadian mengerikan, mencerminkan mitos tentang kesucian tempat peristirahatan terakhir. Secara harfiah, pasak besi adalah penanda kekuasaan yang mengikat dan mengontrol. Namun, di balik kemampuannya untuk membatasi gerak dan kebebasan, pasak besi juga melambangkan perlawanan dan ketahanan. Penjajah asal Jepang percaya bahwa pasak besi itu akan membawa kesialan, kutukan, serta energi negatif pada Korea. Pasak besi itu juga menandai bahwa wilayah tersebut tetap milik Jepang. Pada masa penjajahan Jepang, konon banyak desa-desa di Asia Timur mengalami penindasan yang sangat kejam. Pasak-pasak besi dipasang di tempat-tempat strategis sebagai simbol dominasi dan untuk memastikan ketaatan penduduk setempat. Pasak besi Jepang yang ditanam di Korea mengacu pada tindakan Jepang menanamkan pasak besi di berbagai tempat di Korea selama masa penjajahan (1910-1945). Tindakan ini memiliki berbagai interpretasi dan tujuan. Tujua tersebut ada keyakinan bahwa Jepang menanam pasak besi di Korea dengan tujuan mengendalikan atau mempengaruhi energi geomantika (feng shui) di semenanjung Korea. Menurut beberapa cerita, pasak besi ini ditanam di tempat-tempat strategis yang dianggap memiliki kekuatan spiritual atau energi bumi yang penting, dengan tujuan untuk melemahkan kekuatan spiritual dan peruntungan bangsa Korea serta memperkuat dominasi Jepang. Kemudian pasak besi ini juga sering dipandang sebagai simbol fisik dari dominasi dan kekuasaan Jepang atas Korea. Dengan menanam pasak besi di tanah Korea, Jepang menunjukkan kontrol mereka secara fisik dan simbolis. Dan kemudian setelah Korea merdeka pada tahun 1945, banyak dari pasak besi ini yang dihapuskan atau dihancurkan sebagai bagian dari upaya untuk menghapus jejak kolonialisme Jepang dan memulihkan identitas nasional Korea.
Namun, dalam film Exhuma terdapat kisah mengenai seorang Jenderal Jepang yang ditempatkan di Korea selama invasi besar-besaran Jepang. Ketika Jepang mengalami kekalahan dalam pertempuran yang menggabungkan alat tempur dan keuatan ilmu hitam kemudian kekaisaran Jepang memerintahkan seorang biksu terkenal bernama Gisune untuk menghukum sang Jenderal. Hukuman tersebut sangat brutal sang Jenderal dikubur hidup-hidup dengan besi yang ditancapkan ke dalam tubuhnya dan dikubur secara vertikal sebagai pasak bumi. Makam sang Jenderal tersebut terletak di daerah perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan, yang dianggap terlarang dan terkutuk.
Pasak besi yang digunakan dalam hukuman ini diibaratkan sebagai alat untuk melemahkan Korea agar mudah ditaklukkan pada masa perang dunia. Secara keseluruhan, pasak besi Jepang di Korea adalah simbol yang kuat dari penindasan dan kontrol kolonial, serta bagian dari upaya yang lebih luas untuk mengkonsolidasikan kekuasaan Jepang di wilayah tersebut.
Kemudian tentang roh. Roh memiliki berbagai pengertian yang dapat diuraikan berdasarkan asal-usul dan konteks penggunaannya dalam bahasa. Roh dalam bahasa merujuk pada entitas non-fisik atau jiwa yang diyakini sebagai esensi kehidupan yang menghidupkan tubuh. Roh sering kali dianggap sebagai bagian dari manusia yang tetap ada setelah kematian fisik. Sinonim kata "roh'' memiliki sinonim seperti jiwa, spirit, atau nyawa, yang juga merujuk pada aspek non-materi dari kehidupan manusia. dan dalam bahasa Arab رُوحٌ (Rūḥ) Dalam bahasa Arab, "rūḥ" juga berarti roh atau spirit. Kata ini sering digunakan dalam konteks keagamaan dan spiritual untuk merujuk pada esensi ilahi atau jiwa manusia yang diberikan oleh Tuhan. Dalam Al-Quran, "rūḥ" sering merujuk pada sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan yang diberikan oleh Allah, seperti dalam ayat yang menyebutkan penciptaan manusia dari ruh-Nya, kemudian roh dengan konotasi dan makna yaitu roh dalam konteks keagamaan dan Spiritual. Dalam banyak tradisi agama, roh dianggap sebagai bagian kekal dari manusia yang terus hidup setelah kematian fisik. Misalnya, dalam agama Kristen, roh sering dianggap sebagai entitas yang akan dihakimi dan menentukan nasib akhir manusia di surga atau neraka. Dan dalam tradisi Hindu dan Buddha, roh atau "atma" diyakini mengalami siklus kelahiran kembali (reinkarnasi) sampai mencapai pencerahan. Dan roh dalam budaya dan mitos yaitu banyak budaya memiliki konsep roh yang berhubungan dengan nenek moyang atau makhluk supranatural. Misalnya, dalam banyak tradisi pribumi, roh nenek moyang dianggap memiliki pengaruh atau perlindungan terhadap keturunannya yang masih hidup. Roh juga sering muncul dalam cerita rakyat dan mitos sebagai entitas yang dapat berinteraksi dengan dunia fisik, baik dalam bentuk baik atau jahat. Dengan demikian, pengertian "roh" mencakup berbagai aspek dari entitas non-fisik yang dianggap sebagai esensi kehidupan, baik dalam konteks keagamaan, budaya, maupun filsafat. Pemahaman tentang roh sering kali berhubungan dengan konsep kehidupan setelah kematian, kesadaran, dan identitas manusia.
Dalam film "Exhuma" adanya Roh yaitu dikarenakan Roh sang Jenderal Jepang yang dikubur hidup-hidup dengan besi di tubuhnya menjadi sumber utama kekuatan supranatural dalam film. Roh ini penuh dengan dendam dan amarah, yang menghasilkan berbagai kejadian misterius dan menakutkan yang mengganggu kehidupan karakter utama. Kemudian kejadian-kejadian aneh yang dialami oleh keluarga kaya di Los Angeles, terutama yang terkait dengan anak mereka yang baru lahir, adalah manifestasi dari roh jenderal yang terperangkap. Dan juga Roh sang Jenderal juga berfungsi sebagai pengingat akan kekejaman dan kebrutalan masa lalu, khususnya selama masa invasi Jepang ke Korea.
Hukuman kejam yang diterimanya dan penggunaan pasak besi sebagai alat hukuman menyoroti kekerasan dan penindasan yang terjadi pada masa itu film ini menggunakan roh untuk mengeksplorasi bagaimana trauma dan kekejaman masa lalu terus menghantui masa kini, menciptakan hubungan antara peristiwa sejarah dan dampaknya pada kehidupan modern. Tidak ada roh kalau tidak ada pasangannya yaitu pengantarnya, yap dukun. Secara umum, dukun adalah seseorang yang dianggap memiliki kemampuan khusus untuk berkomunikasi dengan dunia roh atau supranatural dan menggunakan kekuatan tersebut untuk tujuan tertentu, seperti penyembuhan, perlindungan, atau penyelesaian masalah spiritual. Dalam berbagai budaya, dukun juga dikenal dengan istilah lain seperti shaman, paranormal, atau ahli spiritual. Dalam film Exhuma, dukun berperan sebagai perantara yang dapat berkomunikasi dengan roh-roh dan kekuatan supranatural. Mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan ritual yang dapat mempengaruhi roh-roh tersebut. Karakter Hwa Rim yang diperankan oleh Kim Go Eun dan Bong Gil yang diperankan oleh Lee Do Hyun adalah paranormal muda yang diminta untuk menyelidiki gangguan misterius yang dialami oleh keluarga kaya di Los Angeles. Dan di dalam film "Exhuma," pencarian makam leluhur dan ritual kuno yang berkaitan dengan dukun membantu mengungkap latar belakang sejarah dan trauma masa lalu yang menghantui masa kini. Ahli feng shui terkenal Sang Deok yang diperankan oleh Choi Min Sik dan pekerja pemakaman Yeong Geun yang diperankan oleh Yoo Hae Jin juga terlibat dalam upaya ini, menggunakan keahlian mereka untuk menggali informasi dan menemukan makam terkutuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna yang tersirat dan tanda - tanda yang terdapat pada film Exhuma.
Karakter dan Pemeran
1. Kim Go Eun sebagai Hwa Rim: Seorang peneliti paranormal muda yang cerdas dan penuh tekad. Hwa Rim adalah karakter utama yang mencoba mengungkap misteri di balik kejadian supranatural yang menimpa keluarga kaya tersebut
2. Lee
Do Hyun sebagai Bong Gil: Rekan Hwa Rim, seorang paranormal muda dengan gaya
badboy bertato. Bong Gil adalah partner Hwa Rim dalam penyelidikan ini.
3. Choi
Min Sik sebagai Sang Deok: Ahli feng
shui terkenal yang memiliki pengetahuan mendalam tentang energi supranatural.
Sang Deok adalah kunci dalam membantu Hwa Rim dan Bong Gil menemukan makam
leluhur yang tersembunyi.
4. Yoo
Hae Jin sebagai Yeong Geun: Pekerja pemakaman yang membantu Hwa Rim dan Bong
Gil dalam usaha mereka. Yeong Geun memiliki pengalaman dan keterampilan dalam
menangani makam dan ritual pemakaman.
Hasil
Analisis
Kuburan dan Makam: Tempat utama dalam film ini
adalah kuburan dan makam, yang secara denotatif adalah tempat di mana jenazah
dimakamkan.
Kontasi
Mitos
Mitos Kembali dari Kematian:
Kepercayaan bahwa orang mati bisa kembali ke dunia orang hidup, biasanya untuk
menyelesaikan urusan yang belum selesai atau untuk membalas dendam.
Denotasi
Ritual dan Upacara: Beberapa
adegan mungkin menampilkan ritual atau upacara tertentu yang secara denotatif
adalah tindakan yang dilakukan dalam konteks budaya atau keagamaan tertentu.
Konotasi
Kesakralan dan Kehormatan: ritual atau upacara mungkin membawa konotasi kesakralan, penghormatan terhadap leluhur, atau kepercayaan pada kekuatan gaib.
Mitos
Mitos Penjaga Kubur: Kepercayaan
bahwa ada makhluk atau roh yang menjaga kuburan dan bisa membawa kutukan atau
kemalangan bagi mereka yang mengganggu tempat tersebut.
Denotasi
Hantu atau Roh: Karakter atau
entitas dalam film yang digambarkan sebagai hantu atau roh, yang secara
denotatif adalah makhluk supranatural yang dipercaya berasal dari dunia lain.
Konotasi
Ketenangan atau Kegelisahan:
Hantu atau roh bisa membawa konotasi kegelisahan, kesedihan, atau dendam, tergantung
pada bagaimana mereka digambarkan dalam cerita.
Mitos
Mitos Ritual Pemanggilan Roh: Kepercayaan bahwa melalui ritual tertentu, roh orang yang sudah mati bisa dipanggil kembali ke dunia ini, sering kali dengan konsekuensi yang mengerikan.
Daftar Pustaka
https://jogja.tribunnews.com/2024/03/08/penjelasan-film-exhuma-dua-peti-mati-di-satu-liang-hingga-hantu-jepang-yang-keji-ini-spoilernya?page=2
https://www.idntimes.com/korea/kdrama/nindya-ardita/penjelasan-identitas-siluman-jepang-di-film-exhuma-dulunya-manusia
https://yoursay.suara.com/ulasan/2024/03/13/032500/exhuma-menggali-kisah-dan-makna-dari-pasak-besi-penjajahan-jepang
Komentar
Posting Komentar